Mencari
sebuah tempat atau menentukan rute jalan terpendek di gadget sekarang bukan lagi sebuah hal yang sulit. Google Map salah
satu solusinya, dimana fitur-fitur yang memanfaatkan fungsi navigasi peta
begitu hidup di sana. Teknologi GPS mengakomodir penentuan posisi device, sedangkan implementasi network analyst menjalankan fungsinya
sebagai panduan dalam mencari jalan menuju suatu tempat.
Prinsip
navigasi pada Google Map adalah menentukan lokasi awal dan tujuan untuk
selanjutnya ditentukan alternatif rute jalan yang dapat dilalui. Lokasi awal
didapatkan dari penentuan posisi device menggunakan
satelit GPS, sedangkan lokasi tujuan ditentukan berdasarkan titik yang sudah
kita tentukan di peta. Dengan data jalan yang tersedia, Google Map akan
menentukan beberapa alternatif untuk kemudian dipilih segmen jalan yang
terpendek sebagai pilihan utama yang diberikan. Setelah itu, user dapat menggunakannya sebagai
panduan untuk sampai ke tempat tujuan.
Konsep
navigasi pada Google Map menggunakan algoritma Djikstra, yaitu algoritma untuk
menentukan rute terpendek dari vertex awal
ke vertex tujuan pada segmen-segmen
garis tertentu. Secara sederhana, algoritma Djikstra dapat dijelaskan melalui
gambar di bawah ini.
Sumber: (Waldura, 2007)
Algoritma
Djikstra mensyaratkan vertex, edge, dan weight, dimana vertex adalah
titik-titik yang saling terhubung, edge adalah
garis yang menghubungkan antar titik tersebut dan mempunyai arah, sedangkan weight adalah jarak dari edge yang menghubungkan antar vertex. Vertex tersebut pada Google Map dianalogikan sebagai point-point
yang merepresentasikan lokasi awal dan tujuan serta titik-titik lain yang
menghubungkannya, sedangkan edge adalah
segmen jalan yang dapat dilalui. Misalkan pada gambar di atas, lokasi titik
awal adalah vertex a, dan lokasi yang dituju adalah vertex d. Prinsip algoritma Djikstra
adalah menentukan rute terpendek, sehingga setiap vertex akan menentukan weight
terkecil dari setiap edge yang
dapat dilalui dari sebuah vertex.
Misalnya, vertex a secara edge mempunyai opsi menuju vertex b dan c, namun secara weight, jarak menuju ke vertex c lebih kecil
daripada vertex b (2<4), sehingga jalur yang dipilih adalah a-c, bukan a-b. Vertex yang sudah digunakan tidak lagi
dipertimbangkan untuk penentuan rute berikutnya, sehingga dari vertex c, vertex a tidak lagi diperhitungkan meski secara arah vertex c dapat menuju ke vertex a.
Untuk
menuju ke vertex selanjutnya, jarak
yang sudah dilalui sebelumnya juga diperhitungkan, sehingga jarak yang
dihasilkan adalah jarak akumulasi dari weight
masing-masing edge. Pada gambar
di atas, karena jarak ke vertex b
lebih pendek daripada ke vertex d ([2
+ 1] < [2 + 5]), maka vertex yang
dituju selanjutnya adalah b. Terakhir, karena tidak ada lagi opsi dari vertex b selain langsung menuju ke vertex d, maka rute berikutnya sekaligus
yang terakhir adalah b-d.
Atas dasar
itulah, dalam pembuatan basisdata unsur transportasi, konsep topologi yang
digunakan adalah harus terputus di pertemuan setiap segmen jalan. Jika merujuk
pada aturan topologi yang tersedia di software
ArcGIS, maka dapat digunakan aturan Must
Not Intersect Or Touch Interior. Aturan itu memungkinkan seluruh pertemuan
segmen jalan akan di-split, sehingga vertex-vertex bisa dihasilkan pada setiap
persimpangan jalan. Ketika persimpangan jalan sudah mempunyai vertex-nya masing-masing, maka opsi rute
bisa ditentukan dengan benar, dan selanjutnya hanya bergantung pada jarak antar
vertex yang ditentukan oleh shape length dari opsi segmen jalan yang
mungkin untuk dilalui.
Oleh karena
itulah, topologi yang benar pada unsur transportasi akan sangat menentukan
analisis spasial yang berkaitan dengan rute. Bisa dibayangkan ketika ada salah
satu segmen jalan yang undershoot misalnya,
dan network jalan tidak terbentuk di
sana yang otomatis tidak ada vertex yang
dihasilkan di titik yang seharusnya menjadi persimpangan jalan, maka rute jalan
bisa jadi akan berputar lebih jauh. Ini tentu bisa menjadi kesalahan yang
fatal, terlebih ketika analisis rute tersebut digunakan untuk kepentingan
bisnis yang dapat mengakibatkan kerugian. Maka dari itu, topologi yang benar
tentu mutlak untuk setiap fitur peta dasar agar user dapat mengoptimalkan peta tersebut secara maksimal.
Dan untuk
yang satu ini, sepertinya sudah berjalan dengan cukup baik di Google Map.
No comments:
Post a Comment
Please write your comment here