Pages

Saturday, January 23, 2016

Geodesi: Sebuah Prospek

Share on :
Sumber gambar: http://piks052589.deviantart.com

Pertengahan tahun 2008. Waktu dimana aku memulainya. Geodesi, jurusan ini bahkan tidak pernah terlintas di pikiranku sampai aku memilah-milih opsi masa depanku di sebuah warnet di Purwokerto. Masa depan, karena bisa jadi jurusan yang kupilih saat itu adalah ilmu yang akan mengantarkanku ke puncak atau menjatuhkanku ke dasar (sedikit lebay meskipun benar, biarlah, anggap saja seni menulis).
Pilihan itu akhirnya ditetapkan. Teknik Geodesi Universitas Diponegoro mantap menjadi salah satu pelabuhan ilmuku. Tak ada keraguan, sekalipun sedikit, bahwa aku akan mendapatkan banyak hal di sana. Waktu pun terus bergulir, dan aku mulai menjalani kehidupanku di kampus yang sampai kapanpun akan terus aku cintai itu.
Harus kuakui, aku bukan seseorang yang pintar, apalagi jenius. Dan Geodesi memang bukan sebuah ilmu yang mudah, karena banyak objek yang sifatnya abstrak dan harus dibayangkan untuk dapat memahaminya. Geoid, ellipsoid, proyeksi, azimuth, jika imajinasi kita tak cukup cerdas untuk dapat membayangkannya, sudah pasti yang ada hanya kebingungan yang nyata. Memang, sebenarnya ada perangkat lunak yang dapat membantu kita memahami konsep dasarnya, tapi mungkin saat itu aku tak cukup rajin untuk mempelajarinya lebih dalam.
Di sana, aku mendapatkan banyak hal. Ilmu yang aku cintai, dosen-dosen yang baik, pengalaman organisasi dan asisten dosen, pembelajaran hidup mandiri, hingga sahabat-sahabat yang bukan hanya menyenangkan, tapi juga hebat-hebat. Waktu terus berjalan, hingga akhirnya aku melaluinya dalam waktu empat tahun. Dunia kerja terbuka untukku, dan sejujurnya aku tak pernah berminat bekerja di luar bidang yang aku tekuni saat kuliah. Tapi tentu saja ini hanya soal pilihan, tak ada yang salah untuk mereka yang bekerja di bidang yang tak ada hubungannya dengan pendidikannya.
Keinginan itu berbuah hasil dua minggu setelah aku diwisuda, saat aku diterima di sebuah perusahaan pemetaan. Ada beberapa pengalaman baru terkait pengolahan data spasial yang aku dapatkan di sana, tapi semua tak berjalan lama karena aku hanya bertahan empat bulan. Namun bagaimanapun juga perusahaan itu adalah awal karirku pasca kampus, dan itu akan sangat berharga untuk kelanjutan karirku di masa depan. Lepas dari sana, aku melanjutkan “pembelajaranku” di sebuah kontraktor konstruksi. Meski di sana didominasi para insinyur Teknik Sipil, aku selalu bersyukur dengan pengalamanku bekerja sebagai surveyor di perusahaan itu. Mulai dari pengalaman kerja di lapangan, pengalaman mengoperasikan alat, sampai pengalaman panas-panasan sebagai seorang surveyor (sebagian besar orang mungkin tidak suka, tapi aku sangat menyukainya, paling tidak saat itu sebagai pengalaman dan pembelajaran). Kombinasi menarik yang telah memberiku banyak sekali pelajaran.
Karirku di perusahaan konstruksi itu hanya sepanjang sembilan bulan sebelum akhirnya aku berlabuh di tempat kerjaku sekarang, Badan Informasi Geospasial (BIG). Sebuah instansi pemerintah yang fokus untuk penyelenggaraan informasi geospasial Indonesia. Di sini, kombinasi dari seluruh ilmu yang aku dapatkan saat kuliah dan pengalaman organisasi seperti digabung menjadi satu. Tentu saja, karena dasar dari apa yang aku pelajari di kampus begitu jelas diterapkan di sini, sedangkan organisasi tentu saja adalah faktor penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Begitu banyak ilmu baru yang aku dapatkan di sini, sebagian karena tak pernah diajarkan di kampus, sebagian besar karena aku baru benar-benar memahami apa yang sudah pernah disampaikan oleh dosen di kampus karena benar-benar melakukan sendiri dalam pekerjaan (maafkan mahasiswamu ini pak dan bu dosen, hehe..).
Nah, untuk Anda yang masih bertanya-tanya bagaimana prospek jurusan ini ke depannya, saya dapat katakan, kebutuhan ilmu ini di level profesional masih sangat besar. Sekedar informasi sederhana, membuat peta yang benar itu ada ilmunya dan tidak mudah, dan peta yang benar saat ini sangat dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan. Ditambah lagi, peta dasar (darat) itu ada berbagai macam skala (10 skala menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial), dan luas Indonesia sudah jelas begitu besarnya, sementara universitas yang menyelenggarakan program studi Teknik Geodesi/Geomatika (ini bukan jurusan yang berbeda, hanya perbedaan istilah saja) bisa dihitung dengan jari. Anggaran pemerintah yang terus meningkat untuk kegiatan pemetaan adalah bukti bahwa informasi geospasial kini sudah sangat dibutuhkan, bahkan ditunggu, terutama untuk perencanaan tata ruang. Dan jangan lupa, ini penting, bahwa surveyor pemetaan adalah salah satu profesi yang akan bersaing di Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tentu saja itu hanya beberapa, masih banyak kebutuhan lainnya yang tak akan mampu dijabarkan dalam satu artikel saja.

Jadi, sudah siap masuk Geodesi/Geomatika pertengahan tahun ini?   

No comments:

Post a Comment

Please write your comment here