Sumber: http://tides.big.go.id/DEMNAS/
Ketersediaan
dan aksesibilitas data DEM (Digital Elevation Model) sangat dibutuhkan karena
DEM merupakan data masukan yang sangat penting dalam berbagai analisis spasial.
Oleh karena itu, DEM yang bersifat global dan open access layaknya SRTM
dan ASTER GDEM akan memberikan manfaat yang sangat besar serta mendukung
berbagai kebijakan yang bersifat spasial. Meski demikian, ketersediaan DEM
global dengan kualitas tinggi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, pada
tahun 2018, Indonesia melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) meluncurkan DEM seamless
yang mencakup seluruh wilayah di Indonesia, yang disebut dengan DEMNAS (DEM
Nasional). DEMNAS berawal dari tantangan untuk menghasilkan DEM seamless
nasional dari multi-sumber data karena ketersediaan DEM yang bervariasi dengan
spesifikasi yang berbeda-beda, seperti TerraSAR-X, IFSAR, dan Radarsat. DEMNAS
kini tersedia secara online dan dapat diakses dengan gratis di http://tides.big.go.id/DEMNAS/.
Prinsip utama
dalam pembuatan DEMNAS adalah menghasilkan DEM dengan kualitas yang lebih baik
dengan penggabungan beberapa data (data blending). DEMNAS dibangun
dengan asilimasi mass point dan DSM (Digital Surface Model)
menggunakan GMT-surface dengan tension 0,32. Proses asimilasi tersebut
mempertimbangkan perbedaan tinggi antara elevasi di atas permukaan tanah dari mass
point dengan elevasi permukaan dari DSM untuk menghasilkan DTM (Digital Terrain
Model) terkoreksi (Susetyo et.al, 2018). Pendekatan ini mirip dengan
yang dilakukan oleh (Hell et.al, 2011) karena permasalahan antara
keduanya (DEM darat dan DEM batimetri) sama, yaitu penggunaan multi-sumber data
dan terdapat variasi yang ekstrem pada kerapatan sumber-sumber data yang
digunakan.
Diagram alir pembentukan DEMNAS
(sumber: http://tides.big.go.id/DEMNAS/)
Secara
teknis, berdasarkan gambar di atas, ada dua input yang diperlukan dalam proses
pembentukan DEMNAS, yaitu elevation data dan trusted mass points data,
yang keduanya harus dalam sistem koordinat geografis. Elevation data
adalah DSM (baik dari TerraSAR-X, IFSAR, RADARSAT, atau ALOS), sedangkan trusted
mass points adalah titik-titik representasi ground yang dihasilkan
dari proses stereo plotting. Sebelum proses asimilasi, koreksi datum
vertikal terhadap EGM 2008 perlu dilakukan karena setiap data memiliki datum
yang berbeda-beda (misalnya data-data yang dibuat sebelum tahun 2008 cenderung
menggunakan datum EGM 1996). Setelah penyamaan datum dilakukan, selanjutnya
dilakukan perhitungan selisih surface dan ground di setiap titik mass
point, sebelum dilakukan koreksi dengan menentukan faktor pengali terhadap
selisih surface dan ground untuk mengurangi error dan
meningkatkan akurasi vertikal dari DTM luaran. Error tersebut
diasumsikan karena kesalahan manusia (operator) saat menempatkan floating
mark ketika proses stereo plotting, terutama pada wilayah yang
bervegetasi atau yang padat dengan bangunan, dimana penempatan floating mark
biasanya hanya berdasarkan asumsi terhadap wilayah terbuka di sekitarnya.
Setelah proses koreksi dilakukan, didapatkan data titik-titik ketinggian yang
sudah di-adjust di setiap lokasi yang sama dengan mass point
awal, sehingga titik-titik tersebut merepresentasikan terrain baru yang
dianggap lebih baik dari data masukannya. Titik-titik tersebut kemudian
dilakukan proses gridding hingga didapatkan DTM final dengan resolusi
8,25 meter, dimana ini adalah data DEMNAS eksisting saat ini. Berdasarkan
portal DEMNAS, DEMNAS memiliki resolusi 0,27 arc-second serta Root
Mean Square Error (RMSE) 2,79 meter dengan bias error -0,13 meter. Akurasi
yang tidak jauh berbeda juga dihasilkan oleh Susetyo et.al (2018) yang
mendapatkan nilai RMSE 2,237 meter ketika dibandingkan dengan nilai pengukuran
GPS di wilayah Sumatera bagian utara.
apakah ini dari jurnal? adakah daftar pustaka jurnalnya?
ReplyDeletelink demnas pindah ke https://tanahair.indonesia.go.id/demnas/#/
ReplyDelete