Menulis. Sebuah kegiatan yang mudah,
tapi susah. Mudah, bahkan anak SD sudah tahu bagaimana caranya menulis. Susah?
Inilah sebuah parameter yang relatif. Kata ‘susah’ di sini lebih sering
dikaitkan dengan bagaimana menulis sebuah rangkaian kalimat yang baik. Sebuah
struktur kalimat yang memiliki kekuatan makna yang dalam dan dipadukan dengan
nilai estetika kalimat yang indah, sehingga menjadi sebuah kolaborasi cantik
yang menghasilkan pengaruh yang luar biasa.
Ini adalah konteks menulis untuk orang
dewasa, atau lebih spesifik lagi pada tataran kaum terpelajar. Bukan
mengesampingkan mereka yang tidak punya latar belakang pendidikan mentereng,
namun memang kualitas sebuah tulisan sangat tergantung dari bobot pemikiran
mereka yang menciptakan tulisan tersebut. Pengetahuan mendalam akan apa yang
dituangkan menjadi komponen fundamental dalam menghasilkan sebuah rangkaian
kalimat yang bisa mempunyai dampak yang hebat dalam sebuah komunitas sosial.
Tentu saja saya bukan seorang penulis
hebat, bahkan tak layak disebut penulis. Untuk itulah, di sini saya berusaha
berbagi, bahwa menulis itu memang tidaklah mudah. Pertanyaan pertama yang
muncul dari sebuah usaha dalam menulis adalah ‘apa yang mau saya tulis?’. Untuk
itulah, hal utama yang seharusnya dipunyai seorang penulis justru adalah ‘indera
keenam’, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat orang
lain menjadi sesuatu yang unik dan layak untuk dibahas. Barulah setelah itu
kita bermain di tataran struktur, bagaimana menciptakan sebuah kalimat-kalimat
yang benar dan menarik.
Kini kita persempit lagi, bagaimana
menulis untuk level tulisan ilmiah? Skripsi, jurnal, paper, thesis, atau apapun
yang berkaitan dengan sains? Sebenarnya kembali pada paragraf di atas, bahwa menulis
ilmiah tidak harus menghasilkan karya dengan level doktor apalagi profesor.
Menulis ilmiah hanya mensyaratkan berkutat dengan spesifikasi bidang tertentu,
masalah bobot atau kedalaman materi itu soal lain. Bahkan untuk hal yang
‘sepele’ (meskipun sebenarnya tidak ada tulisan yang berhak dikatakan sepele)
asal bisa menjadi sebuah tulisan yang utuh, berarti kita sudah melakukan satu
syarat dalam menulis: menyelesaikan tulisan itu sendiri. Karena tulisan yang
baik adalah tulisan yang dimulai, dan tulisan yang sempurna adalah tulisan yang
selesai.
Lalu, bagaimana caranya? Ketika sudah
bergelut dengan tulisan ilmiah, sudah pasti mereka yang terlibat adalah
kalangan terpelajar. Entah itu dari komunitas mahasiswa, profesional, atau
akademisi. Maka jika satu dari tiga status itu sudah kita sandang, cara
termudah untuk menulis ilmiah adalah menulis apa yang sudah kita lakukan dan
dapatkan. Jika masih mahasiswa bisa mengambil tugas kuliah, jika dari akademisi
bisa mengambil hasil penelitian, jika dari profesional bisa mengambil hasil
pekerjaan yang sudah dilakukan. Semuanya seperti menceritakan kembali kegiatan
kita, hanya bentuknya saja yang berbeda, yaitu tulisan. Semudah itu, meski
tentu saja untuk melakukannya butuh proses yang panjang. Karena bermain bola
yang hanya cukup dengan menendang saja butuh pembiasaan, seperti itu pula
menulis yang ‘hanya’ mengayunkan jemari di atas keyboard.
Ya, semudah itu, tapi tak semudah itu.
Yang pasti, ketika menulis itu sebagai hobi, kita bukan berpikir tentang mudah
atau sulit, melainkan tak lebih dari sebuah kegiatan yang wajar untuk dilakukan
sebagai bagian dalam hidup.
No comments:
Post a Comment
Please write your comment here