Surveyor sudah terlalu identik dengan
Geodesi, atau mungkin sebaliknya, Geodesi sudah terlalu melekat dengan profesi
surveyor. Biasanya setiap lulusan Geodesi akan mengincar pekerjaan ini, karena
memang surveyor lebih sering menghasilkan banyak uang dibandingkan dengan
profesi lainnya –meskipun tidak selalu, biasanya di tambang. Terutama bagi
pria, menjadi surveyor adalah sebuah kebanggaan bahwa menjadi “orang lapangan”
adalah suatu kegiatan yang menantang.
Saya pun merasakannya. Meski cita-cita
saya hanya ada dua opsi yaitu peneliti atau akademisi, saya tak ingin
melewatkan masa muda saya hanya dengan duduk di depan komputer sambil
mengutak-atik software. Saya ingin
dalam hitungan bulan atau sedikit tahun bisa merasakan nikmatnya berjuang
dengan alat-alat survey, merasakan terik matahari yang menyengat, dan merasakan
tantangan menerapkan sesuatu dengan kemampuan mengontrol data-data di lapangan.
Namun setelah beberapa bulan merasakannya sendiri, saya sempat bertanya dalam
hati, apakah pekerjaan surveyor itu ideal jika dilakukan terus-menerus?
Ini opini pribadi, tentu saja tidak
semua setuju, beberapa bahkan bisa saja menentangnya. Karena jawaban yang saya
berikan adalah “tidak”. Surveyor itu pekerjaan yang berat, tidak hanya
mementingkan kecerdasan otak dalam memahami desain sebuah gambar rencana, namun
juga kekuatan fisik dalam kaitannya bertahan dengan kelelahan atau terik
mentari yang menyengat. Secara pribadi saya mengatakan surveyor adalah
pekerjaan yang sangat ideal di waktu muda. Tidak hanya memberikan pendidikan
aplikatif terutama dalam memahami lapangan yang pada akhirnya menjadikan
surveyor itu mengerti benar mengenai penerapan keilmuan yang dijalaninya, tapi
lebih dari itu, surveyor dapat mendidik mental untuk lebih menjadi orang yang
bertanggung jawab, mampu menghadapi tekanan, dan bisa bekerja dengan ketelitian
tingkat tinggi. Di sini contoh yang akan saya berikan adalah pekerjaan survey
di bidang konstruksi –karena memang itulah yang saya tahu secara pasti.
Survey dalam dunia konstruksi adalah
menerapkan gambar rencana ke lapangan dengan ketelitian setinggi mungkin.
Toleransi yang diperbolehkan dalam aplikasi survey di dunia konstruksi –terutama
dalam pembuatan gedung– biasanya sangat kecil. Mau tidak mau itu menuntut
surveyor untuk memahami benar gambar rencana yang sudah dibuat, dan pada
akhirnya membuat ia menjadi seorang pribadi yang teliti dan prosedural dalam
bekerja. Ini juga secara otomatis membuat mereka mampu menjadi pribadi yang
bertanggung jawab, karena kesalahan sedikit saja bisa berakibat fatal dan
berpotensi menciptakan kesalahan yang merembet. Di samping itu, surveyor juga
dituntut mampu bekerja dalam tekanan, karena mereka lah yang menentukan segala
bentuk posisi dan elevasi item-item yang
ada pada struktur. Nah, item-item itu
tentunya tidak bisa dipasang jika tidak ada marking
dari survey. Ini tentunya menuntut kecepatan dari surveyor untuk bekerja dengan
baik dan benar, yang pada akhirnya membuat mereka memiliki mental pekerja
keras.
Itulah mengapa dunia survey dapat
mendidik kita untuk memiliki mental yang baik dalam bekerja. Kembali ke
pertanyaan awal, tapi apakah ideal jika sampai umur 30 tahun misalnya, kita
terus saja menjadi surveyor? Dari pandangan saya pribadi, jika kita sampai
mengalaminya, berarti kita gagal dalam karir. Saya punya opini, jika kita mampu menguasai dunia survey dengan baik, maka paling tidak kita
harus mampu menjadi minimal chief
surveyor, yang memimpin para surveyor di lapangan, bukan terus-menerus
menjadi surveyor sampai lebih dari 5 tahun. Tapi seharusnya lebih dari itu, dengan
kemampuan membaca gambar sekaligus menerapkannya, seharusnya bekal menjadi
surveyor itu bisa membuat kita memiliki skill
lebih untuk mengerti detail pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, dengan
kepemimpinan seharusnya surveyor mampu meraih lebih dari sekedar memegang
alat-alat pemetaan, yaitu memimpin semua aspek yang ada di lapangan untuk
koordinasi pekerjaan dengan baik.
Sekali lagi, ini hanyalah opini pribadi
saya, sebuah hak bagi pembaca untuk menyetujui atau menentangnya habis-habisan.
Tapi tentu saja tulisan ini bukan untuk didebat, karena pilihan hidup ada
di masing-masing individu, ingin jadi apa nantinya. Dan ini bukan tulisan yang
mengungkapkan keinginan untuk mendapatkan jabatan lebih, karena seperti yang
saya utarakan di atas, muara kehidupan saya nantinya Insya Allah adalah menjadi
peneliti geospasial atau akademisi di kampus saya sendiri. Dan seperti yang
saya utarakan di atas, dunia survey yang saya geluti sekarang tak lebih dari
sekedar sarana untuk mencari pengalaman dan membentuk mental-mental seperti
yang disebutkan di atas, bukan untuk dijadikan karir dalam jangka panjang. It’s my life, what is yours? :)
menarik. :)
ReplyDeletethanks din :)
Deletesetuju deh sama kamu
ReplyDeleteboleh kenalan ga
hihi
hah -_-"
Delete