Pages

Friday, April 26, 2013

Start from Bottom, Jauhi Gengsi Demi Hidup Bergengsi

Share on :

Lho sampeyan ki lulusan S1? Kok gelem dadi surveyor?
Bukan sebuah rahasia jika titel dan pekerjaan adalah dua sosok paling bergengsi di Indonesia. Biasanya dua sosok itu merupakan sebuah korelasi linear yang mendeskripsikan bargaining position seseorang di mata sosial. Bentuk konkretnya bisa berupa jabatan, pakaian, atau teknis pekerjaan. Tak perlu dideskripsikan secara detail, setiap masyarakat Indonesia akan memahami rangkaian kalimat di atas dengan sangat jelas.
Kembali ke kalimat pertama di artikel ini. Secara jabatan, saya hanyalah staff di tim survey sebuah perusahaan konstruksi (ya baru masuk masa langsung jadi chief survey? :p). Dari segi pakaian, saya jauh dari rapi karena sehari-hari harus berkutat dengan panas matahari di lapangan dengan helm dan sepatu proyek ditambah dengan rompi reflektor. Dari segi teknis pekerjaan, saya jauh dari karismatik karena dari berangkat ke lokasi proyek saja saya sudah harus menenteng alat-alat survey yang (bisa dibilang) berat sambil naik mobil pick up. So, kalimat di atas tentu wajar diucapkan oleh siapapun, dan saya sama sekali tidak kaget apalagi tersinggung dengan ucapan itu.
Tapi, inilah pilihan, dan saya hanya yakin dengan apa yang sudah saya pilih. Selain karena profesi surveyor itu memang bisa dibilang “keren” dalam bidang keilmuan saya, memulai segalanya sesuatu dari bawah bisa dibilang merupakan salah satu syarat untuk menuju puncak. Hampir tak ada biografi orang-orang terkenal di dunia yang tidak mengangkat kisah mereka ketika mereka berada di bawah. Ya, di bawah. Semua orang pasti mengalaminya –kecuali anak orang kaya yang dimanja. Bedanya, mereka yang sukses adalah mereka yang mampu bertahan, senantiasa bersyukur, dan selalu belajar untuk keluar menuju kehidupan yang lebih baik.
Artikel ini berusaha mengeneralisasikan makna yang tersirat untuk semua kalangan, tidak hanya geodet. Bahwa apa yang sudah kita miliki itu merupakan takdir yang sudah dipilihkan oleh kita. Syukur adalah satu-satunya cara untuk membuat hidup kita merasa cukup tanpa kehilangan ikhtiar yang berapi-api untuk mendapatkan yang lebih baik. Merasa bahwa ketika kita di bawah itu adalah sarana bagi kita untuk menyikapi makna hidup, sekaligus merangkai anak tangga menuju puncak yang bermakna. Terus bertahan di sana tanpa kehilangan semangat untuk belajar, itulah pembeda antara pemenang dan pecundang. Menjauhi gengsi apalagi saat kita masih muda, karena kesuksesan pada dasarnya otomatis membuat hidup kita lebih bergengsi.
We’re young, guys. Kita punya hak menentukan langkah kita sendiri tanpa terkontaminasi oleh ucapan orang lain yang sepertinya tidak akan banyak mengubah hidup kita. Asal kita yakin bahwa itu adalah sebuah anak tangga yang sudah kita tentukan tujuannya, cukuplah gantungkan semuanya kepada Yang Maha Mengatur.

NB: ini bukan tulisan dari seorang dewasa yang sudah sukses, hanya sebuah catatan motivasi dari seorang muda yang masih bertumbuh untuk diri sendiri, yang mungkin saja bisa menginspirasi orang lain.
.

4 comments:

  1. Tulisannya bagus, mas. Bagaimana kl kita memulai dari bawah itu bukan sesuai jurusan kita? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. gpp. berarti itu pilihan terbaik dr Allah buat kita. belajar gak harus dalam satu bidang. cukup syukuri dan lakukan yang terbaik di sana :)

      Delete
  2. Danang kereen... salut..:) "mereka yang sukses adalah mereka yang mampu bertahan, senantiasa bersyukur, dan selalu belajar untuk keluar menuju kehidupan yang lebih baik" (LIKE DIS)

    ReplyDelete

Please write your comment here