Bukan sebuah rahasia jika titel dan
pekerjaan adalah dua sosok paling bergengsi di Indonesia. Biasanya dua sosok
itu merupakan sebuah korelasi linear yang mendeskripsikan bargaining position seseorang di mata sosial. Bentuk konkretnya bisa
berupa jabatan, pakaian, atau teknis pekerjaan. Tak perlu dideskripsikan secara
detail, setiap masyarakat Indonesia akan memahami rangkaian kalimat di atas
dengan sangat jelas.
Kembali ke kalimat pertama di artikel
ini. Secara jabatan, saya hanyalah staff di tim survey sebuah perusahaan
konstruksi (ya baru masuk masa langsung jadi chief survey? :p). Dari segi pakaian, saya jauh dari rapi karena
sehari-hari harus berkutat dengan panas matahari di lapangan dengan helm dan
sepatu proyek ditambah dengan rompi reflektor. Dari segi teknis pekerjaan, saya
jauh dari karismatik karena dari berangkat ke lokasi proyek saja saya sudah
harus menenteng alat-alat survey yang (bisa dibilang) berat sambil naik mobil pick up. So, kalimat di atas tentu wajar diucapkan oleh siapapun, dan saya
sama sekali tidak kaget apalagi tersinggung dengan ucapan itu.
Tapi, inilah pilihan, dan saya hanya
yakin dengan apa yang sudah saya pilih. Selain karena profesi surveyor itu
memang bisa dibilang “keren” dalam bidang keilmuan saya, memulai segalanya
sesuatu dari bawah bisa dibilang merupakan salah satu syarat untuk menuju
puncak. Hampir tak ada biografi orang-orang terkenal di dunia yang tidak
mengangkat kisah mereka ketika mereka berada di bawah. Ya, di bawah. Semua orang
pasti mengalaminya –kecuali anak orang kaya yang dimanja. Bedanya, mereka yang
sukses adalah mereka yang mampu bertahan, senantiasa bersyukur, dan selalu
belajar untuk keluar menuju kehidupan yang lebih baik.
Artikel ini berusaha mengeneralisasikan
makna yang tersirat untuk semua kalangan, tidak hanya geodet. Bahwa apa yang
sudah kita miliki itu merupakan takdir yang sudah dipilihkan oleh kita. Syukur
adalah satu-satunya cara untuk membuat hidup kita merasa cukup tanpa kehilangan
ikhtiar yang berapi-api untuk mendapatkan yang lebih baik. Merasa bahwa ketika
kita di bawah itu adalah sarana bagi kita untuk menyikapi makna hidup, sekaligus
merangkai anak tangga menuju puncak yang bermakna. Terus bertahan di sana tanpa
kehilangan semangat untuk belajar, itulah pembeda antara pemenang dan
pecundang. Menjauhi gengsi apalagi saat kita masih muda, karena kesuksesan
pada dasarnya otomatis membuat hidup kita lebih bergengsi.
We’re
young, guys. Kita punya hak menentukan langkah kita
sendiri tanpa terkontaminasi oleh ucapan orang lain yang sepertinya tidak akan
banyak mengubah hidup kita. Asal kita yakin bahwa itu adalah sebuah anak tangga
yang sudah kita tentukan tujuannya, cukuplah gantungkan semuanya kepada Yang
Maha Mengatur.
NB: ini bukan tulisan dari seorang
dewasa yang sudah sukses, hanya sebuah catatan motivasi dari seorang muda yang
masih bertumbuh untuk diri sendiri, yang mungkin saja bisa menginspirasi orang
lain.
.
Tulisannya bagus, mas. Bagaimana kl kita memulai dari bawah itu bukan sesuai jurusan kita? :)
ReplyDeletegpp. berarti itu pilihan terbaik dr Allah buat kita. belajar gak harus dalam satu bidang. cukup syukuri dan lakukan yang terbaik di sana :)
DeleteDanang kereen... salut..:) "mereka yang sukses adalah mereka yang mampu bertahan, senantiasa bersyukur, dan selalu belajar untuk keluar menuju kehidupan yang lebih baik" (LIKE DIS)
ReplyDeletemakasih umul.. :)
Delete