Masuk jurusan Teknik Geodesi merupakan
keberuntungan untuk sebagian orang, dan anugerah untuk sebagian yang lain. Prospek
yang cerah dengan persaingan yang tidak terlalu ketat adalah sebuah jaminan
masa depan yang minimal tidak akan suram (karena “cerah” itu relatif). Pilihan-pilihan
pun terbuka untuk mereka yang suka dengan hal-hal akademis, bisnis, organisasi,
atau sekedar “yang penting bisa dapat
kerjaan”. Jika target utama adalah gaji yang menggiurkan, beberapa kawan
saya sudah membuktikan bahwa bekerja di bidang keteknikan geodesi bisa mencapai
taraf lebih dari sekedar makmur.
Meski menjadi sebuah keberuntungan atau
anugerah, tidak sedikit (minimal ada) mahasiswa yang kurang menikmati kehidupannya di dunia
kampus. Pada akhirnya beberapa kesempatan yang hanya bisa didapatkan di bangku
kuliah menjadi terlewatkan begitu saja. Sebagian berdampak pada kehidupannya
setelah lulus, misalnya jika ia bekerja di bidang geospasial ia kurang bisa beradaptasi
dengan cepat, (masih) tidak menikmati lingkungan kerjanya, serta tidak tahu
arah kemana dirinya harus berkembang. Sedangkan jika sudah kapok bergelut
dengan dunia pemetaan, ia harus menemukan dunia baru yang tidak hanya dapat
menghidupi dirinya dan keluarganya, tapi juga sebisa mungkin harus ia nikmati
(karena bekerja tanpa passion mungkin
sama menyakitkannya dengan menjadi zombie).
Untuk itu, menemukan cara belajar yang tepat saat menjadi mahasiswa adalah cara tepat untuk mengantisipasi disorientasi saat sudah lulus. Belajar di sini konteksnya adalah belajar segala hal, baik itu hardskill maupun softskill. Kondisi idealnya, ketika lulus ada satu spesifikasi di bidang geospasial (atau lebih spesifik lagi tempat kerja –atau kuliah lanjutan) yang akan kita tuju dengan bekal yang cukup –sehingga kita bisa dengan cepat beradaptasi. Berikut adalah beberapa tips untuk mahasiswa geodesi dalam memanfaatkan segala fasilitas dan peluang yang ada di kampus agar mendapatkan banyak bekal dalam mempersiapkan “hidup yang sebenarnya” pasca lulus. Ini murni dari pengalaman saya, sebagian beruntung sudah saya lakukan, sebagian lainnya adalah bentuk penyesalan karena dulu tak terpikirkan.
1. Jangan segan ikut proyek
Untuk itu, menemukan cara belajar yang tepat saat menjadi mahasiswa adalah cara tepat untuk mengantisipasi disorientasi saat sudah lulus. Belajar di sini konteksnya adalah belajar segala hal, baik itu hardskill maupun softskill. Kondisi idealnya, ketika lulus ada satu spesifikasi di bidang geospasial (atau lebih spesifik lagi tempat kerja –atau kuliah lanjutan) yang akan kita tuju dengan bekal yang cukup –sehingga kita bisa dengan cepat beradaptasi. Berikut adalah beberapa tips untuk mahasiswa geodesi dalam memanfaatkan segala fasilitas dan peluang yang ada di kampus agar mendapatkan banyak bekal dalam mempersiapkan “hidup yang sebenarnya” pasca lulus. Ini murni dari pengalaman saya, sebagian beruntung sudah saya lakukan, sebagian lainnya adalah bentuk penyesalan karena dulu tak terpikirkan.
1. Jangan segan ikut proyek
Kuliah adalah teori,
bekerja adalah terapan. Kuliah membantu kita memahami semua dasar-dasar
keilmuan geospasial, namun dalam prakteknya akan ada masalah-masalah yang tidak
akan sempat dibahas oleh dosen di depan kelas. Mengikuti proyek-proyek
pengukuran dan pemetaan membantu mahasiswa dalam mengembangkan mindset-nya
di dunia kerja. Secara keterampilan pun kualitas mahasiswa itu juga akan
meningkat, misalnya dalam penggunaan alat survei atau pengolahan data
menggunakan software tertentu. Selain itu secara finansial ini
juga akan menambah pundi-pundi mahasiswa yang seringkali kering di akhir bulan.
Buntutnya, manajemen
waktu mahasiswa juga harus diatur sedemikian rupa agar kuliah dan organisasi
bisa berjalan beriringan. Sungguh, pengalaman organisasi akan sangat membantu ketika kita
berada di dunia kerja. Apalagi ketika kita berada di dunia pemerintahan yang
secara teknis berkaitan dengan pemetaan, pengalaman organisasi yang ditunjang
dengan pemahaman keilmuan yang baik akan menjadi sebuah kombinasi yang manis. Bukan
apa-apa, dunia organisasi mahasiswa yang terkadang bersifat politis (meskipun
saya tidak mengerti untuk apa mereka melakukan itu), adalah simulasi kecil dari
kondisi politik yang ada di negeri ini (menurut saya si).
3. Rajin mencari dan
membaca jurnal serta buku internasional
Geodesi bukanlah ilmu
yang sangat populer di Indonesia, ini terkait belum begitu banyaknya SDM
di bidang tersebut karena tidak banyak kampus yang menyelenggarakan jurusan
geodesi. Salah satu dampaknya adalah minimnya jurnal atau buku yang mengangkat
tema keteknikan geodesi, khususnya pemetaan dasar (ada dan banyak tentu saja,
tapi jika dibandingkan dengan keteknikan lain tentu geodesi lebih sedikit).
Jika mahasiswa mau berkembang, mencari sendiri referensi-referensi internasional
yang berkaitan dengan bidangnya tentu menjadi sebuah pilihan yang brilian.
Apalagi jika kampus kita berlangganan jurnal internasional yang mentereng, kita
bisa men-download-nya dengan gratis.
4. Tulislah paper dan
presentasikan di forum nasional
Ini menjadi kesempatan
besar yang sering dilewatkan mahasiswa. Anggapan bahwa menulis paper harus
berbobot profesor dengan bahasa ilmiah yang tak dapat dimengerti menjadi
penghalang utama dalam mempublikasikan karya kita lewat tulisan ilmiah. Paper tidak perlu ditulis dengan konten atau bahasa alien yang berat. Kasarnya, menganalisis hasil pengolahan menggunakan metode atau software yang berbeda pun dapat dijadikan tulisan (menurut saya). Hal ini
juga yang menjadi salah satu faktor yang mempersendat perkembangan tulisan-tulisan di bidang
pemetaan dasar secara kuantitas. Menulis paper dan mempresentasikannya di forum
nasional akan menjadi bekal yang sangat luar biasa. Apalagi presentasi itu tidak semengerikan sidang TA (dari beberapa pengalaman saya). So, apa
lagi yang membuat kita ragu untuk menulis?
NB: yang setuju ya alhamdulillah, yang enggak ya udah.. damai aja :)
mas kalo saya mau jadi geodet bekal apa saja yang harus dipersiapkan agar tembus universitas tehnik geodesi
ReplyDelete