Undang-undang No. 4 tahun 2011 atau yang lebih populer dengan Undang-undang Informasi Geospasial (UUIG) merupakan bentuk kemajuan yang sangat signifikan di bidang geospasial. Konsep one map yang menjadi keterbutuhan yang sangat mendesak demi menciptakan sebuah harmonisasi pembangunan di segala sektor menjadi tujuan paling utama dari terciptanya undang-undang ini. Realisasinya, dibutuhkan satu badan khusus yang menangani informasi geospasial dasar yang menjadi kerangka utama dari pemetaan yang dilakukan oleh instansi apapun di Indonesia, sekaligus melakukan integrasi informasi geospasial tematik serta melakukan pemetaan tematik yang belum dilakukan oleh instansi lain yang ada di negeri ini. Dari sanalah terbentuk Badan Informasi Geospasial (BIG) yang merupakan transformasi dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), yang pada akhirnya menanggung beban utama dalam kegiatan pemetaan di Indonesia.
Prinsipnya, undang-undang ini mengatur segala
aspek yang berhubungan dengan Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi
Geospasial Tematik (IGT) beserta dengan penjelasan, penyelenggaraan, penyebarluasan,
penggunaan, dan larangan yang terkait. Berikut penjelasan secara lebih detail.
1.
Informasi
Geospasial Dasar (IGD)
IGD adalah IG yang berisi tentang
objek yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di
muka bumi dan yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama. IGD yang
dimaksud meliputi jaring kontrol geodesi (berupa jaring kontrol horizontal,
vertikal, dan gaya berat) serta peta dasar (berupa peta RBI, LPI, dan LLN). Jaring
kontrol berfungsi sebagai acuan kerangka untuk IG, baik posisi horizontal,
vertikal, maupun gaya berat. Sedangkan peta dasar di sini terdiri dari garis
pantai, hipsografi (kontur), perairan, nama rupabumi, batas wilayah, transportasi
dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, dan penutup lahan.
2.
Informasi
Geospasial Tematik (IGT)
IGT
adalah IG yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang dibuat mengacu pada
IGD. Dalam membuat IGT, kita dilarang untuk mengubah posisi dan tingkat ketelitian
geometris bagian IGD dan membuat skala IGT lebih besar daripada skala IGD yang
diacunya.
Pemrosesan
DG (Data Geospasial) harus dilakukan sesuai dengan standar sistem proyeksi,
sistem koordinat, format, basisdata, dan metadata yang sudah ditentukan dan
dapat disajikan dalam bentuk IG dengan berbagai bentuk. Selanjutnya DG dan IG
tersebut harus disimpan dengan baik, yaitu dengan menyerahkan duplikat IGT yang
diselenggarakan kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
perpustakaan nasional dan arsip nasional. IG tersebut harus disebarluaskan
secara terbuka (kecuali untuk informasi yang bersifat rahasia) dengan jaringan
IG yang dibangun secara bertingkat dan terintegrasi pada jaringan IG pusat dan
IG daerah agar dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap pengguna IG.
No comments:
Post a Comment
Please write your comment here