Sumber gambar: https://www.ipi.uni-hannover.de/hrigi17.html
ISPRS,
singkatan dari International Society for
Photogrammetry and Remote Sensing. Sesuai namanya, organisasi internasional
ini sudah pasti menaungi para peneliti, akademisi, profesional, atau siapapun
yang tertarik dan menggeluti dunia fotogrametri atau penginderaan jauh. Aku
pertama kali mengetahui tentang organisasi ini saat bergabung dengan tempat
kerjaku sekarang, Badan Informasi Geospasial (BIG) sekitar tiga tahun yang
lalu.
Sejak saat
itu, aku selalu memimpikan untuk datang dan presentasi di event yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut. Dua orang
seniorku di kantor dengan inisial AR dan APP, aku anggap sebagai contoh karena
mereka memang orang-orang yang terlebih dahulu aku ketahui papernya pernah
diterima di ISPRS Conference. Apalagi
nama pertama pernah berangkat ke ISPRS Conference
tahun 2012 di Melbourne, Australia dan mempresentasikan papernya di sana.
Yang menarik, dia bisa hadir di sana karena mendapatkan travel grant dari The ISPRS
Foundation, yang memang kerap memberikan biaya perjalanan kepada para author yang terpilih –dan yang mengajukan
permintaan grant pastinya.
Sumber gambar: http://www.isprs.org/
Meski masih
memendam mimpi itu, aku tak pernah berani langsung memasukkan tulisanku ke
sana. Aku masih sadar, banyak sekali yang harus aku pelajari dari rekan-rekanku
di kantor serta pengalaman-pengalaman pekerjaanku yang sedikit demi sedikit
membentuk pemahamanku lebih dalam mengenai bidang yang aku geluti. Untuk terus
mengasah kemampuanku, aku terus menulis dan mengikuti konferensi-konferensi
nasional dan internasional yang diadakan di Indonesia. Dari sana aku berusaha
menambah wawasanku, mencoba bertemu dan berkenalan dengan pakar-pakar yang ada
di negaraku, serta melatih kemampuanku dalam melakukan presentasi.
Aku pernah
mencoba akan menulis paper untuk ISPRS tahun 2015, namun karena suatu hal
kandas di tengah jalan. Tahun 2016, mungkin karena tekad yang kurang, akhirnya
batal pula menulis untuk pertama kalinya di sana. Padahal, ISPRS Conference diadakan di tahun itu.
Sekedar informasi, ISPRS Conference adalah
event terbesar dari ISPRS yang digelar
empat tahun sekali, dengan tahun penyelenggaraan yang sama seperti Piala Eropa
(2012, 2016, 2020, dst). Jadi, karena melewatkan tahun tersebut, aku masih
harus menunggu hingga 2020 di Nice, Perancis untuk pertama kalinya mempublikasikan
paperku di ISPRS Conference.
Meski ISPRS
Conference diadakan empat tahun
sekali, ISPRS punya event-event lain
yang lebih kecil, diantaranya ISPRS Workshop.
Kalau dilihat di website-nya, ISPRS Workshop diadakan dua tahun sekali,
termasuk tahun 2017 ini. Tahun 2017, event
tersebut diadakan di Hannover, Jerman.
Aku
membulatkan tekad untuk bisa menulis di event
ini. Sejak akhir tahun 2016, aku sudah fokus untuk membuat paper terbaik
yang bisa aku lakukan dengan kemampuanku sekarang. Untuk meningkatkan kualitas
konten yang aku tulis, aku meminta bantuan dari seniorku di kantor dan seorang
dosenku di Teknik Geodesi UNDIP. Nama mereka berdua pun aku masukkan ke dalam
paper yang aku tulis.
Paper
tersebut aku submit pada akhir
Januari 2017, dan diumumkan diterima di ISPRS Archieves pada bulan Maret 2017. Paper tersebut telah melalui
proses review dan perlu dilakukan
perbaikan sesuai dengan penilaian reviewer.
Selanjutnya, aku juga mendapat konfirmasi bahwa paperku diterima untuk
dipresentasikan dalam sesi poster. Namun sebelum pengumuman penerimaan paper,
ISPRS telah terlebih dahulu mengumumkan pembukaan travel grant, kira-kira beberapa hari setelah deadline submission paper. Akhir bulan Maret 2017, aku kirimkan
syarat-syarat yang diminta, seperti formulir pendaftaran, motivation letter, bukti penerimaan paper yang diterima, serta surat
rekomendasi dari atasan.
Akhir April
2017, aku mendapatkan email dari The
ISPRS Foundation bahwa aku adalah salah satu penerima travel grant untuk menghadiri ISPRS Workshop 2017 di Hannover. Aku mendapatkan uang tunai senilai 800
US$ dan free registration. Biaya
registrasi adalah 380 €, sehingga dalam euro
jumlah uang yang kuterima adalah 1125 €. Karena aku sudah terlebih dahulu
membayar uang registrasi, sistem yang digunakan adalah reimburse. Uang itu diterima di Jerman, jadi aku harus terlebih
dahulu datang ke sana untuk mendapatkan grant
tersebut.
Email notifikasi penerimaan permintaan travel grant
Jika
ditaksir, kebutuhan total untuk mengikuti workshop
tersebut adalah 1990 US$ atau sekitar 26 juta rupiah. Itu sudah mencakup
tiket pesawat, biaya registrasi, hotel, biaya hidup, dan biaya transportasi
lokal di Jerman. Jika uang dari ISPRS sejumlah 1125 € atau sekitar 17 juta
rupiah, berarti masih ada kekurangan sekitar 9 juta rupiah yang harus
ditanggung. Untungnya, kantor mendukungku dengan mendanai kekurangan tersebut.
Mimpi menuju Hannover pun menjadi nyata.
Aku
berangkat tanggal 4 Juni 2017 menggunakan maskapai Turkish Airlines. Setelah
melalui perjalanan sekitar 20 jam termasuk transit
di Istanbul, Turki, aku menjejakkan kakiku untuk pertama kalinya di Eropa
pada tanggal 5 Juni 2017. Workshop dimulai
tanggal 6 Juni dan berakhir 9 Juni 2017, dan aku mendapatkan giliran untuk
mempresentasikan posterku pada tanggal 7 Juni 2017.
Menerima sertifikat dari Presiden ISPRS, Prof.
Christian Heipke saat opening session
Aku tahu
ini hanyalah sebuah pengalaman kecil, namun sejujurnya aku mendapatkan banyak
hal. Beberapa hal yang ada di workshop saja
sudah nampak membuatku takjub, mulai dari yang bersifat substantif seperti konten-konten
tulisan yang mendalam dan kualitas presentasi yang bagus hampir oleh semua
peserta serta hal-hal lain yang lebih bersifat attitude dan budaya, seperti:
1. Ketepatan
waktu. Realisasi acara sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat. Memang ada
beberapa peserta yang terlambat, namun hanya sebagian kecil, sedangkan acara
tetap berjalan sesuai schedule.
2. Semangat
para peserta dalam menyimak presentasi dari awal hingga akhir. Semangat yang
tidak ada bedanya di sesi pagi dan sore, semuanya nampak menarik bagi mereka.
3. Respek
yang tinggi terhadap presenter. Pernah suatu hari aku sedikit terlambat masuk
ke ruangan, dan kebetulan hari itu acara dipindahkan ke ruangan yang lebih
kecil. Aku lihat beberapa peserta berdiri di belakang, mungkin mereka juga
terlambat. Banyak kursi yang kosong, namun berada di tengah-tengah, dan untuk
masuk ke sana harus melalui orang-orang yang duduk di sebelah pinggir, sehingga
jika meminta ijin untuk masuk ke tengah-tengah kursi pasti akan membuat
kegaduhan. Namun orang-orang itu tetap berdiri di belakang sambil menyimak
presentasi, dan ketika presentasi berakhir, barulah mereka masuk ke
tengah-tengah kursi untuk duduk.
4. Dalam
bertanya, mereka to the point. Bahkan
si penanya tidak merasa perlu memperkenalkan diri. Dan dari para penanya yang
aku lihat, gesture mereka lebih seperti
orang yang ingin tahu daripada orang yang ‘sok’ tahu. Ini subjektif, sih, namun tentunya kita pernah
menjumpai penanya di seminar yang pertanyaannya lebih menjurus ke ‘menguji’
daripada ‘ingin tahu’.
5. Respek
juga ditunjukkan di sesi poster. Tak ada bedanya, mereka tertarik dengan sebuah
poster, bertanya dengan muka ingin tahu yang besar, sangat menghormati lawan
bicaranya ketika sedang dijelaskan.
Oral
session
Poster
session
Sepertinya
itu saja yang aku ingat sekarang. Dan kalau ditulis terlalu banyak, mungkin
pembaca yang akan bosan, hehe.
Kepulanganku
ke Indonesia dijadwalkan tanggal 10 Juni malam. Tanggal 10 Juni itu, aku
menyempatkan untuk jalan-jalan ke tempat-tempat menarik di Hannover, seperti
New Town Hall, Masch Park, Maschsee, Lower Saxony State Museum, dan German
Museum of Caricature and Drawings. Di hari-hari sebelumnya, selepas workshop, aku selalu menyempatkan
mengunjungi tempat-tempat penting di Hannover, seperti HDI Arena (markas klub
Hannover 96), Historisches Museum, Marktkirche, dan taman-taman seperti
Berggarten, Herrenhäuser Gärten, dan Georgengarten.
HDI Arena
New Town Hall
German Museum of Caricature and Drawings
Marktkirche
Dan kini,
aku sudah kembali, membawa pengalaman dan semangat baru untuk terus belajar
dari mereka yang terbaik.
No comments:
Post a Comment
Please write your comment here